
Sejumlah prasasti tampak berdiri tegak di Kabupaten Batusangkar, Sumatera Barat. Batu itu masih tetap saja utuh, meski dipajang di ruang terbuka dengan dikelilingi pagar besi. Huruf kunonya sebagian sudah memudar. Tapi masih bisa sebagai penanda kebesaran Raja Adityawarman yang mendirikan Kerajaan Pagaruyung di bumi Minangkabau.
PRASASTI Pagaruyung juga menjadi petunjuk jejak Majapahit di negeri Minangkabau pada abad 13-14 Masehi. Saat Istana Baso terbakar beberapa bulan lalu, jejak kerajaan Pagaruyung yang masih tersisa adalah dengan prasasti yang dibuat oleh Raja Adityawarman itu. Peranan prasasti ini cukup besar untuk mengungkap perjalanan masyarakat Minangkabau.
Wajar saja jika para pemandu wisata di sana tak bisa melepaskan batu prasasti Pagaruyung sebagai bagian dari tujuan melancong wisatawan yang dibawanya. Karena dari batu itu, awal dari cerita perjalanan sejarah di beberapa tempat di Sumatera Barat.
‘Jejeran’ prasasti Pagaruyung di Kabupaten Batusangkar ini memang terkesan alami. Prasasti itu hanya dipagari besi dan tampak tanpa pengawalan khusus. ”Semestinya prasasti ini perlu dirawat dan dijaga dengan baik. Karena merupakan salah satu jejak perjalanan masyarakat Minang,” ujar M Afnan Hadikusumo, anggota DPRD DIY yang menyempatkan diri bersama rombongan melihat prasasti di Batusangkar.
Kebiasaan Adityawarman membuat prasasti semasa memerintah menjadi raja Pagaruyung, sangat membantu generasi kini untuk mengetahui perjalanan masyarakat Minangkabau. Di salah satu perjalanan itu, adalah masuknya tradisi warna pemerintahan Majapahit.
Dalam papan kaca yang dipajang, tertulis bahwa prasasti Pagaruyung I misalnya, ditulis pada batu pasir kwarsa coklat kekuningan (batuan sedimen) berbentuk persegi empat dengan tinggi 2,06 meter, lebar 1,33 meter dan tebal 38 cm. Dalam prasasti itu menyebutkan kebesaran Adityawarman yang merupakan keluarga Dharmaraja.
20 Prasasti