tulisan berjalan

Selamat Datang di Blog Bumi Minang & Culture

Senin, 28 Februari 2011

Indahnya Panorama Sitinjau Lauik


Sitinjau Lauik ini berada di kaki / lereng Gunung Talang. Gunung Talang sendiri adalah gunung yang berada paling dekat dengan Kota Padang dengan ketinggian 2690 meter.



" View yang disajikan adalah view pegunungan, hamparan kota padang dan suguhan samudara hindia, apalagi disambil nyurumput teh hangat, atau secangkir kopi membuat kita berlama-lama disini, coba datang dan rasakan sendirikeindahannya...."



Walau masih masuk dalam wilayah kota, ketinggian tempat ini mencapai 1000 meter di atas permukaan laut.


Dengan jarak sekitar 30-an kilometer dari pusat kota menuju ke Sitinjau Lauik, harusnya kita bisa mencapai tempat tersebut dengan cepat.Tapi Sayangnya, tiada yang bisa kita lakukan untuk menghemat waktu karena jarak 30 kilometer tersebut hampir setengahnya lebih berupa perbukitan dan jalan menanjak dan penuh belokan. Ya, kita melalui jalan penghubung lingkar luar Kota Padang ke arah Solok.

Pesona Rumah Gadang Belimbing. ( Rumah Adat Kampai Nan Panjang )



Rumah Gadang Balimbing merupakan bangunan yang telah berusia lebih dari 300 tahun dengan Konstuksi bangunan yang tanpa paku. Sebagian besar bangunan ini belum mengalami pembaruan baik dari segi struktur maupun bahan bangunan.

Pesona plus dari Rumah Gadang Balimbing:

1. Usia bangunan ini telah lebih dari 300 tahun terletak sekitar 13 km dari batusangkar

2. Merupakan rumah hunian dengan arsitektur khas minang yang terdiri dari 7 buah biliak (kamar)

3. Konstuksi bangunan yang "Tanpa Paku".

4. Sebagian besar bangunan ini "belum mengalami pembaruan", baik dari segi struktur maupun bahan bangunan.

5. Pintu kamar yang berbentuk oval dengan diameter ± 30 Cm



Sumber : http://www.tanahdatar.go.id/

PRASASTI ADITYAWARMAN ; Jejak Majapahit yang Tersisa di Minangkabau





Sejumlah prasasti tampak berdiri tegak di Kabupaten Batusangkar, Sumatera Barat. Batu itu masih tetap saja utuh, meski dipajang di ruang terbuka dengan dikelilingi pagar besi. Huruf kunonya sebagian sudah memudar. Tapi masih bisa sebagai penanda kebesaran Raja Adityawarman yang mendirikan Kerajaan Pagaruyung di bumi Minangkabau.
PRASASTI Pagaruyung juga menjadi petunjuk jejak Majapahit di negeri Minangkabau pada abad 13-14 Masehi. Saat Istana Baso terbakar beberapa bulan lalu, jejak kerajaan Pagaruyung yang masih tersisa adalah dengan prasasti yang dibuat oleh Raja Adityawarman itu. Peranan prasasti ini cukup besar untuk mengungkap perjalanan masyarakat Minangkabau.
Wajar saja jika para pemandu wisata di sana tak bisa melepaskan batu prasasti Pagaruyung sebagai bagian dari tujuan melancong wisatawan yang dibawanya. Karena dari batu itu, awal dari cerita perjalanan sejarah di beberapa tempat di Sumatera Barat.
‘Jejeran’ prasasti Pagaruyung di Kabupaten Batusangkar ini memang terkesan alami. Prasasti itu hanya dipagari besi dan tampak tanpa pengawalan khusus. ”Semestinya prasasti ini perlu dirawat dan dijaga dengan baik. Karena merupakan salah satu jejak perjalanan masyarakat Minang,” ujar M Afnan Hadikusumo, anggota DPRD DIY yang menyempatkan diri bersama rombongan melihat prasasti di Batusangkar.
Kebiasaan Adityawarman membuat prasasti semasa memerintah menjadi raja Pagaruyung, sangat membantu generasi kini untuk mengetahui perjalanan masyarakat Minangkabau. Di salah satu perjalanan itu, adalah masuknya tradisi warna pemerintahan Majapahit.
Dalam papan kaca yang dipajang, tertulis bahwa prasasti Pagaruyung I misalnya, ditulis pada batu pasir kwarsa coklat kekuningan (batuan sedimen) berbentuk persegi empat dengan tinggi 2,06 meter, lebar 1,33 meter dan tebal 38 cm. Dalam prasasti itu menyebutkan kebesaran Adityawarman yang merupakan keluarga Dharmaraja.
20 Prasasti
Sea-breeze Cocktail